TERAPI EKSISTENSIAL

A. BIOGRAFI TOKOH
1. Victor Frankl 1905-1997
 Lahir dan sekolah di austria
 Tahanan di kamp nazi dari tahun, 1942-1945 Dachau, kehilangn orang tua, saudara, istri dan anak- anaknya.
 Cinta adalah tujuan tertinggi dimana manusia bisa mengaspirasikan dan juga melakukan penyelamatan melalui cinta.
 Kita mempunyai kesempatan dalam setiap kejadian yang kita alami.
 Kebebasan spiritual dan kebebasan berfikir bisa didapat dari situasi- situasi terburuk.
 Inti dari manusia adalah pencarian makna dan tujuan hidup.
 Logotherapy: terapi melalui makna
Pandangan Frankl
 “dia yang punya alasan kenapa harus hidup bisa hidup dengan apapun,( –Nietzsche quoted by Frankl, 1963)
 “apa yang tidak membunuhku, membuatku semakin kuat.( -Nietzsche quoted by Frankl, 1963)
 Manusia modern mempunyai banyak cara untuk hidup tapi seringnya tidak punya makna hidup, sehingga keberadaan waktunya seperti tidak berguna, atau”kekosongan yang nyata”
 Tujuan dari terapi adalah menantang manusia untuk menemukan makna dan tujuan hidup melalui penderitaan, pekerjaan dan cinta.


2. Z. Rollo May 1909-1994
 Lahir di ohio, pindah ke michigan, 5 saudara laki- laki da 1 perempuan dengan kehidupan yang tidak bahagia.
 Dua kali pernikahan yang gagal
 Belajar dengan Alfred Adler di Vienna
 Menderita tbc dan tinggal di sanatorium selama 2 tahun.
 Anxiety-The Meaning of Anxiety, 1950
 Love and Will, 1969- love & intimacy
 Membantu orang- orang menemukan maka hidup
 Lebih memperhatikan pada hal- hal yang lebih dari sekedar tentang seks, hubungan intim, bertambah tua, mengahdapi kematian, menghadapi kesendirian, dan sekarat,bekerja denagn baik agar lebih baik dalam masyarakat.
Pandangan May
1. Perlu keberanian untuk menentukan kita ingin menjadi manusia seperti apa.
2. Perjuangan yang tetap pada manusia:
 Ingin dewasa dan juga mandiri
 Tetapi menyadari bahwa proses perkembangan dan kedewasaan merupakan proses yang menyakitkan.
 Jadi perjuangan adalah keamanan dari ketergantungan dan juga sakit dari perkembangan.

B. DASAR TERAPI EKSISTENSIAL
Falsafat Eksistensial Sebagai Dasar Terapi Eksistensial
 Area filosofi yang berhubungan dengan makna keberadaan
 Menanyakan pertanyaan- pertanyaan tentang masalah- masalah cinta, kematian, dan juga makna hidup.
 Bagaimana seseorang berhubunga dengan nilai dan makna hidup seseorang.
 dunia berubah sesuai pemikiran orang yang berubah.
 Ide- ide tentang dunia = pembangunan manusia
 “berada di dunia” = seseorang tidak bisa berada di dunia tanpa sebuah dunia dan sebuah dunia tidak bisa ada tanpa seseorang(makhluk) untuk menyadarinya.
 Harus belajar tentang manusia- manusia dalam dunia mereka.
 Jangan memikirkan pertanyaan- pertanyaan tentang kenapa.
 Mereka memikirkan tentang pernyataan-pernyataan.
 Mereka tidak mengabaikan atau menjelaskan masalah- masalah manusia seperti etika-etika atau moral.
 Mereka tidak memikirkan diri mereka sendiri tentang konflik dari pemilihan etika-etika atau moral tapi lebih menerimanya sebagai bagian penting dari manusia- manusia untuk begitu. nJangan memikirkan pertanyaan- pertanyaan tentang kenapa.
 Mereka memikirkan tentang pernyataan-pernyataan.
 Mereka tidak mengabaikan atau menjelaskan masalah- masalah manusia seperti etika-etika atau moral.
 Mereka tidak memikirkan diri mereka sendiri tentang konflik dari pemilihan etika-etika atau moral tapi lebih menerimanya sebagai bagian penting dari manusia- manusia untuk begitu.
C. HAKEKAT MANUSIA
Enam Dimensi Dasar Manusia Menurut Teori Eksistensial
1. Kapasitas Untuk Sadar Akan Dirinya
a. Semakin tinggi kesadaran kita, semakin tinggi kemungkinan kita untuk merasakan kebebasan.
b. Kesadaran adalah menyadari bahwa:
 kita tercipta pasti– waktu terbatas
 Kita punya potensi, pilihan, untuk bertindak ataupun tidak bertindak.
 Makna tidak otomatis - kita harus mencarinya
 Kita adalah subjek kesepian, tak berarti, kekosongan, bersalah, dan pengasingan.

2. Kebebasan Dan Tanggung Jawab
a. Orang- orang bebas memilih diantara pilihan- pilihan dan mempunyai peran yang besar dalam membentuk takdir orang- orang.
b. Perilaku bagaimana kita hidup dan menjadi apa kita adalah hasil dari pilihan kita.
c. Orang- orang harus menerima tanggung jawab untuk menentukan hidup mereka sendiri.

3. Usaha untuk mendapatkan identitas dan bisa berhubungan dengan orang lain
a. Identitas adalah“ keinginan untuk menjadi” ~ kita harus mempercayai diri kita sendiri untuk mencari dan menemukan jawaban- jawaban kita sendiri.
 Ketakutan kita yang terbesar adalah bahwa jika tidak ada inti, maka tidak akan ada diri.
b. kesendirian ~ kita harus menoleransi dengan harus mempunyai hubunga dengan diri.
c. Berjuang dengan identitas –terjebak dalam melakukan model untuk menghindari pengalaman menjadi.
d. Hubungan ~ yang terbaik dari hubungan kita adalah jika berdasarkan pada keinginan untuk memenuhi, bukan untuk kepentingan kita.
 Hubungan- hubungan yang berdasar pada kepentingan kita bersifat menggantung, merugikan dan mengajak.

4. Pencarian makna
a. makna ~ seperti kesenangan, makna harus didapatkan dengan cara yang bebas.
 Menemukan makna dalam hidup adalah sebuah hasil dari komitmen untuk mencintai, berkreasi, dan berkarya.
b. “keinginan untuk berarti” adalah dorongan yang paling utama.
c. Hidup tidak bermakna dengan sendirinya; setiap orang harus mencari dan menemukan maknanya sendiri.
d. Tujuan berhubungan dengan
 Membuang nilai- nilai lama
 Koping dengan ketidakberartian
 Menciptakan makna baru

5. Kecemasan sebagai kondisi dalam hidup
a. Keresahan muncul dari dorongan untuk survive dan mempertahankan keberadaan diri.
b. keresahan eksistensial adalah normal meskipun kematian bisa datang tanpa keresahan.
 Keresahan bisa jadi sebuah rangsangan untuk tumbuh jika kita sadar dan menerima kebebasan kita.
 Kita bisa menghilangkan keresahan kita dengan menciptakan ilusi- ilusi bahwa ada keamanan dalam hidup.
 Jika kita punya keberanian untuk menghadapi diri kita sendiri dan hidup yang mungkin kita takutkan, kita akan bisa berubah.

6. Kesadaran akan kematian dan ketiadaan.
a. Kesadaran akan kematian adalah kondisi dasar manusia yang memberikan signifikansi untuk hidup.
b. Kita harus berfikir akan kematian jika kita ingin ada signifikansi dalam hidup.
c. Jika kita bertahan melawan kematian hidup kita akan menjadi sempit dan tak berarti.
d. Kita belajar hidup untuk saat sekarang dan pada satu hari hasil dari usaha dan kreatifitas untuk hidup.
D. TUJUAN TERAPI EKSISTENSIAL
a. Menolak hasil deterministik pada ciptaan manusia.
b. Orang- orang bebas dan bertanggung jawab untuk tiap pilihan dan tindakan mereka.
c. Orang- orang adalah pengarang untuk hidup mereka.
d. Terapi eksistensial membuat klien merefleksi pada hidup, mengenali adanya banyak pilihan, dan menentukan antara pilihan- pilihan itu.
e. tujuan: mengenali cara- cara yang mereka terima secara pasif dalam lingkungan mereka dan menyerah, sehingga diperlukan kesadaran untuk membentuk hidup yang dimiliki untuk menggali potensi- potensi agar hidup lebih bermakna.

E. TUGAS TERAPIS EKSISTENSIAL
a. Mengundang klien untuk bagaimana mereka mengijinkan orang lain memutuskan untuk diri mereka
b. Mengajak klien untuk melangkah maju secara otonomi.
c. “meskipun sekarang anda mempunyai pola yang anda lakukan, apakah anda mau membuat pola yang baru?”

F. PENGALAMAN KLIEN
Dalam terapi pendekatan ini, klien mampu mengalami secara subjektif persepsi-persepsi tentang dunianya. Dia harus kreatif dalam proses terapeutik, sebab dia harus memutuskan ketakutan-ketakutan, perasaan-perasaan berdosa, dan kecemasan-kecemasan apa yang akan dieksplorasinya. Memutuskan untuk menjalani terapi saja sering merupakan tindakan yang menakutkan.
Dengan kata lain, klien dalam terapi pendekatan ini terlibat dalam pembukaan pintu menuju diri sendiri. Pengalaman sering menakutkan atau menyenangkan, mendepresikan atau gabungan dari semua perasaan tersebut. Dengan membuka pintu yang tertutup, klien mulai melonggarkan belenggu deterministik yang telah menyebabkan dia terpenjara secara psikologi. Lambat laun klien menjadi sadar, apa dia tadinya dan siapa dia sekarang serta klien lebih mampu menetapkan masa depan macam apa yang diinginkannya. Melalui proses terapi, klien bisa mengeksplorasi alternatif-alternatif guna membuat pandangan-pandangannya menjadi riil.
G. HUBUNGAN ANTARA KLIEN DAN TERAPIS
a. Terapi adalah perjalanan yang dilakukan oleh klien dan terapis.
 Kuncinya adalah hubungan orang per orang
 Hubungan itu menuntut terapis untuk melakukan kontak dengan dunia fenomenologis mereka sendiri.
b. Inti dari hubungan terapik
 hormat, dan yakin terhadap potensi klien.
 berbagi reaksi dan kepedulian serta empati yang tulus

H. PROSEDUR DAN TEHNIK TERAPI
Ada tiga tahap proses konseling yaitu
1. Konselor membantu klien dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka tentang dunia. Klien diajak untuk mendefinisikan dan menayakan tenatng cara mereka memandang dan menjadikan eksistensi mereka bisa diterima. Mereka meneliti nilai mereka, keyakinan, serta asumsi untuk menentukan kesahihannya. Bagi banayk kien hal ini bukan pekerjaan yang mudah, oleh karena itu walnya mereka memaparkan problema mereka. Konselor disini mengajarkan mereka bagaimana caranya untuk bercermin pada eksistensi mereka sendiri dan meneliti peranan mereka dalam hal penciptaan problem mereka dalam hidup
2. Klien didorong semangatnya untuk lebih dalam lagi meneliti sumber dan otoritas dari sistem nilai mereka. Proses eksplorasi diri ini biasanya membawa klien ke pemahaman baru dan berapa restrukturisasi dari nilai dan sikap mereka. Klien mendapat cita rasa yang lebih baik akan jenis kehidupan macam apa yang mereka anggap pantas. Mereka mengembangkan gagasan yang jelas tentang proses pemberian niali internal mereka.
3. Konseling eksistensial berfokus pada menolong klien untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka sendiri. Sasaran terapi adalah memungkinkan klien untuk bisa mencari cara pengaplikasikan niali hasil penelitian dan internalisasi denagn jalan kongkrit. Biasanya klien menemukan jalan mereka untuk menggunakan kekuatan itu demi menjalani kesistensi kehidupannya yang memiliki tujuan.
I. KRITIK EKSISTENSIAL
Salah satu kritik terhadap psikologi ekstensial adalah ketika psikologi telah diperjuangkan untuk dapat membebaskan diri dari dominisi filsafat, justru psikologi ekstensial secara terang-terangan menyatakan kemuakkannya terhadap positivisme dan determinisme. Para psikolog di Amerika yang telah memperjuangkan kemerdekaan psikolog dari filsafat jelas menentang keras segala bentuk hubungan baru dengan filsafat. Banyak psikolog merasa bahwa psikologi ekstensial mencerminkan suatu pemutusan yang mengerikan dengan jajaran ilmu pengetahuan, karena itu membahayakan kedudukan ilmu psikologi yang telah diperjuangkan dengan begitu susah payah.
Salah satu konsep ekstensial yang paling ditentang oleh kalangan psikologi “ilmiah” ialah kebebasan individu untuk menjadi menurut apa yang diinginkannya. Jika benar, mak konsep ini sudah pasti meruntuhkan validitas psikologi yang berpangkal pada konsepsi tentang tingkah laku yang sangat detrministic. Karena jika manusia benar-benar bebas menentukan eksistensinya, maka seluruh prediksi dan control akan menjadi mustahil dan nilai eksperimen menjadi sangat terbatas. (Hall, Calvin S. & Lindzey, Gardner, 1993).
Banyak psikolog dan sarjan psikolog baik dalam maupun luar negeri mempertanyakan keberadaan analisi ekstensial. Yang mereka pertanyakan menyangkut dasar-dasar ilmiah dari analisi ekstensial. Psikologi sebagai ilmu telah lama diupayakan untuk melepaskan diri dan berada jauh dari filsafat. Psikologi harus merupakan suatu science (ilmu pasti alami) yang independent. Padahal, analisi ekstensial mengeritik ilmu (science) dan mengambil manfaat dari filsafat (fenomenologi dan ekstensilisme). Atas dasar itu, banyak sarjana psikologi yang bertanya, apakah analisis ekstensial relevan dengan perkembangan ilmu psikologi modern ?.
Jawaban atas pertanyaan itu tergantung pada pemahaman kita tentang manusia. Siapakah atau apaka manusia itu ?. Apakah manusia pada dasarnya hanya merupakan bagian dari organisme dan atau dari materi (aspek fisik kehidupan) ? Jika kita memahami manusia sebagaiman para behavioris atau psikoanalisis memahaminya, yakni bahwa manusia pada dasarnya merupkan bagian dari organisme atau materi, maka analisis ekstensial tampaknya tidak diperlukan. Cukup dengan pendekatan kuantitaif dan medis, dengan eksperimen dan pembedahan otak manusia, maka kita sudah cukup mampu memahami dan menyembuhkan individu (manusia) yang bermasalah (patologis). Namun, dalam praktek atau kenyataan, kita menyaksikan bahwa manusia ternyata jauh lebih kompleks dari sekedar organisme dan materi. (Zainal A., 2002).
Pendekatan ini paling sering dikritik karena kelemahannya dalam metodologi. Sementara kritikus mengeritiknya karean bahasa dan konsepnya yang mistikal, kritikus lainya menolaknya karena menganggapnya sebagai gerakan sementara yang berlandaskan reaksi terhadap pendekatan ilmiah dan positivistik. Orang-orang yang menyukai praktek terapi yang berlandaskan penelitian menekankan bahwa konsep-konsep itu harus benar secara empiris, bahwa definisi-definisi harus dibuat operasional, dan bahwa hipotesi-hipotesis harus dapat diuji.
Meskipun kritik-kritik itu memiliki landasan-landasan pembenaran, terapi ekstensial sesungguhnya menekankan aspek-aspek yang unik oleh pendekatan-pendekatan lain diabaikan.
Fokus pada sifat manusia, pentingnya hubungan antara terapis dan klien, dan kebebasan klien untuk menentukan klien untuk menentukan nasibnya sendiri adalah aspek-aspek yang berarti. Pendekatan ekstensial-humanistik tidak mengecilkan manusia menjadi kumpulan naluri ataupun hasil pengondisian. Alih-alih ia menyajikan suatu filsafat yang menjadi landasan bagi praktek terapi.
Pendekatan ekstensial mengembalikan pribadi kepada fokus sentral, memberikan gambaran tentang manusia pada tarafnya yang tertinggi. Selain itu, pendekatan ekstensial juga menunjukan bahwa manusia selalu ada dalam proses pemenjadian dan bahwa manusia secara sinambung mengaktualkan dan memenuhi potensinya. Pendekatan ekstensial secara tajam berfokus pada fakta-fakta utama keberadaan manusia kesadaran diri dan kebebasan yang konsistan. Bagi para eksistensialis, pemberian penghargaan kepada pandangan baru tentang kematian dalah suatu hal yang positif, bukan suatu tidak sehat yang menjadi pengganti ketakutan, sebab kematian memberikan makna pada hidup. Selanjutnya, para ekstensialis telah menyumbangkan suatu dimensi baru kepada pemahaman atas kecemasan, perasan berdosa, frustasi, kesepian, dan keterkucilan.

J. TEORI EKSISTENSIAL – HUMANISTIK MOSLOW
1. Biografi Abraham Moslow
Maslow lahir pada tanggal 1 April 1908. Meninggal pada tanggal 8 Juni 1970. Orang tuanya adalah imigran Yahudi Rusia yang pindah ke Amerika Serikat dengan harapan memperoleh kehidupan yang lebih baik. Pandangan-pandangannya banyak diinspirasi oleh pengalaman masa kecil dan remajanya yang diliputi oleh perasaan kesepian dan menderita karena dorongan dari orang tuanya hanyalah agar ia selalu berhasil dibidang pendidikan, sehingga mengabaikan kesenangan-kesenangan yang sebenarnya dapat ia rasakan pada masa-masa tersebut. Diduga karena itulah maka Maslow memiliki hasrat yang kuat, untuk menolong orang lain sehingga bisa hidup dalam kehidupan yang lebih bermakna.
Latar belakang pendidikan Maslow adalah psikologi.semua gelarnya dari sarjana muda sampai doktor yang diperolehnya dari Universitas Wisconsin. Selanjutnya, beliau meniti karier akademis dan profesional di universitas yang sama. Tahun 1937 diangkat menjadi staf peneliti di Universitas Columbia. Tahun 1951 sampai tahun 1961 menjabat sebagai kepala Departemen Psikologi Universitas of Brandes sekaligus sebagai juru bicara utama gerakan psikologi humanistik di Amerika Serikat. Karena perannya yang sangat besar dalam mengembangkan dan menyebarluaskan gerakan psikologi humanistik menjadi Maslow sering disebut sebagai Bapak Psikologi Humanistik.
Aktivitas Maslow berkaitan dengan profesinya disamping mengajar sangat banyak. Antara lain tergabung dalam berbagai perhimpunan profesi sampai akhirnya terpilih menjadi Presiden Perhimpunan Psikologi Amerika (APA / American Psychologist Association) dan menjadi penulis buku serta jurnal yang produktif.
Sebagian besar buku-buku Maslow ditulis dalam sepuluh tahun terakhir semasa hidupnya, yang meliputi Toward a Psychology of Being (1962), Religious and Peak Experience (1964), Eupsychian Management : A Journal (1965), The Psychology of Science : A Reconnaissance (1966), Motivation and Personality (1970), dan The Father Reaches of Human Nature, serta sebuah buku kumpulan artikel Maslow yang diterbitkan setahun setelah ia meninggal.
2. Latar Belakang Munculnya Teori Humanistik
Hingga akhir 1960 psikologi dapat dibagi menjadi tiga aliran psikologi yang berbeda atau kelompok-kelompok psikologi, psikologi behavioristis dalam tradisi Watson, Skinner, Tolman dan Hull; psikologi-psikologi psikoanalisis dan sejumlah pendekatan heterogen yang sama-sama memberi pehatian pada masalah manusia dan masalah-masalah yang relevan dan seuai denan eksistensi manusia. Sedangkan pendekatan ketiga besifat “humanis” dalam pengertian mengkaji apa yang menjadikan kita di”manusia”kan, dan mengkaji tentang fungsi-fungsi keseharian dan pengalaman subjektif kemakhlukan manusia secara keseluruhan. Istilah psikologi humanistik pertama kali digunakan pada tahun 1958. ketika John Cohen, Profesor psikologi dari Inggris menerbitkan buku yang merepresentasikan reaksi kerasnya pada 1) Psikologi Robot racemorpis. Selanjutnya, psikologi humanistik digunakan untuk menyebut tidak hanya pendekatan yang meningkatkan aktualisasi diri dan perkembangan pribadi sebagai tujuan fundamental sebagai pribadi daripada sebuah mesin yang dikenai topik-topik seperti emosi, keterarahan (intentionality), kreativitas, spontanitas, nilai-nilai yang lebih tinggi, dan pengalaman transedental yang hanya sedikit atau tidak mendapatkan tempat dalam pendekatan psikologi sebelumnya. Maslow memberikan nilai lebih luas pada istilah psikologi humanistik, menyatakan bahwa humanistik merupakan kekuatan ketiga dalam psikologi dan memberikan dampak yang baik pada konsep “Cabblistis” tentang kekuatan ketiga atau pilar tengah yaitu kekuatan yang lebih sehat, sebagai akibat dari keseimbangan antara semua kekuatan yang lain dalam tubuh. Maslow memandang pendekatan humanistik sebagai kekuatan penyatu yang akan mensistesiskan medan-medan behaviorisme dan psikoanalisis yang terpilah dan akan mengintegrasikan aspek-aspek subjektif dan objektif, pribadi, dan publik dan manusia menjadi psikologi holistik yang lengkap.
Perkembangan psikologi humanistik di Amerika Utara berlangsung dengan cepat sekitar 1960-an, di mana perkembangan itu diidentifikasikan secara seksama dengan gerakan potensi manusia yang berjalan baik dengan ditandai pendirian Journal of Humanistic Psycology pada tahun 1961; tahun 1962 pembentukan American Association for Humanistic Psycology dan tahun 1970 kelahiran American Psycological Association’s Divisions of Humanistic Psycology pada tahun 1970. Di Inggris pengaruh Carl Rogers menyebar cepat dan tumbuh dengan subur konseling dan pelatihan konselor di Universitas Keele dari reading pada tahun 1965 dan di Universitas Execer Swansea dan Aston. Teori-teori Maslow yang telah diterapkan dalam psikologi Industrial dan organisional melalui program-program Laboratorium Pelatihan Nasional.
Humanistik mengakui dimensi-dimensi tragis dari eksistensi manusia juga menegaskan kemampuan manusia melalui dirinya, untuk mentransedensikan kenyataan duniawi (reality mundane) dan merealisasikan sifat alaminya. Humanisme mendukung pendidikan, dan perkembangan kesadaran dan potensi manusia, tema-tema yang merefleksikan psikologi humanistik bersama dengan karakteristik lain yang memperhatikan nilai-nilai manusia dari pribadi, pertanggungjawaban dan pengalamam unik individu.
3. Teori Humanistik Abraham Moslow
Karena pembahasan mengenai teori kepribadian humanistik ini direpresentasikan oleh teori kepribadian Maslow, maka ajaran dasar psikologi humanistik yang akan dibahas sebagian besar berasal dari Maslow.
a. Individu sebagai keseluruhan yang intergral
Salah satu aspek yang fundamental dari psikologi humanistik adalah bahwa manusia atau individu harus dipelajari sebagai keseluruhan yang integral, khas dan terorganisasi. Teori Maslow dikembangkan sebagai perlawanan terhadap teori-teori yang menerangkan tingkah laku secara elementalististik dengan kata lain Maslow mengembangkan teorinya dengan bertumpu pada prinsip holistik, suatu prinsip yang berasal dari psikologi gestalt. Prinsip holistik Maslow yaitu motivasi mempengaruhi individu secara keseluruhan dan bukan secara bagian:
“Dalam teori yang baik tidak ada yang namanya kebutuhan perut, mulut atau kebutuhan alat kelamin. Yang ada adalah kebutuhan individu. Yang membutuhkan makanan itu bukan perut John Smith, melainkan John Smith. Kepuasan dirasakan oleh individu bukan oleh sebagian individu. Makanan memuaskan John Smith, bukan memuaskan perut John Smith (E. Koswara, 1991:115:116)
b. Ketidakrelevanan penyidikan dengan hewan
Ahli psikologi Humanistik mengingatkan tentang adanya perbedaan yang mendasar antara tingkah laku manusia dengan hewan. Maslow dan para teoris kepribadian humanistik umumnya memandang manusia sebagai makhluk yang berbeda dengan hewan apapun.
Maslow menegaskan bahwa penyelidikan hewan tidak relevan bagi memahami tingkah laku manusia karena hal itu mengabaikan ciri-ciri yang khas manusia seperti adanya gagasan-gagasan, nilai-nilai, rasa malu, cinta, semangat, humor, rasa seni, kecemburuan, dsb, yang kesemua ciri yang dimilikinya itu manusia bila menciptakan pengetahuan puisi, musik dan pekerjaan-pekerjaan khas manusia lainnya.
c. Pembawaan baik Manusia
Teori Freud secara implisit menganggap bahwa manusia pada dasanya memiliki karakter jahat implus manusia, apabila tidak dikendalikan akan menjuruskan manusia kepada pembinasaan sesamanya dan juga menghancurkan dirinya sendiri. Sementara pandangan ini menurut Maslow hanya memiliki sedikit kepercayaantentang kemuliaan manusia, dan berspekulasi secara pesimis tentang nasib manusia. Seblaiknya, psikologi humanistik memiliki anggapan bahwa manusia itu pada dasarnya adalah baik atau tepatnya netral menurut perspektif humanistik kekuatan jahat akan merusak yang ada pada manusia itu adalah hasil dari lingkungan yang buruk dan bukan merupakan bawaan.
d. Potensi Kreatif Manusia
Maslow, dari studinya atas sejumlah orang, menemukan bahwa orang –orang yag ditelitinya itu terdapat satu ciri yang umum yaitu kreatif. Kemudian Maslow menyimpulkan bahwa potensi kreatif merupakan potensi yang umum pada manusia. Maslow juga menemukan bahwa kebanyakan orang kehilangan kreativitasnya yang menjadikan mereka “tidak budaya” penyebabnya terutama adalah hambatan lingkungan. Maslow yakin jika setiap oranmg memiliki kesempatan atau menghuni lingkungan yang menunjang, setiap orang dengan kreativitasnya akan mampu mengungkapkan segenap potensi yang dimilikinya. Maslow juga mengingatkan bahwa untuk menjadi kreatif seorang itu tidak perlu memiliki bakat atau kemampuan khusus, kreativitas adalah kekuatan yang mengarahkan manusia kepada pengekspresian dirinya.
e. Penekanan pada Kesehatan Psikologis
Maslow beranggapan bahwa tidak ada satupun pendekatan psikologis yang mempelajari manusia denga bertumpu pada fungsi-fungsi manusia dengan cara dan tujuan hidup yang sehat. Maslow menyebut teori psikoanalisa ortodoks sebagai teori yang berat sebelah dan kurang komperhensif karena hanya berlandaskan pada bagian yang abnormal dari tingkah laku manusia. Maslow merasa bahwa psikologi terlalu menekankan pada sisi negatif manusia dan mengabaikan kekuatan atau sifat-sifat yang positif dan manusia. Maslow yakin bahwa kita tidak bisa memahami gangguan mental sebelum kita memahami kesehatan mental.

Teori Kebutuhan Bertingkat
Maslow (1970) melukiskan manusia sebagai makhluk yang tidak pernah berada dalam keadaan sepenuhnya puas. Bagi manusia, kepuasan itu sifatnya sementara. Jika suatu kebutuhan telah terpuaskan, maka kebutuhan-kebutuhan lainnya akan muncul menuntut pemuasan, begitu seterusnya. Dan berdasarkan ciri yang demikian, Maslow mengajukan gagasan bahwa kebutuhan yang pada manusia merupakan bawaan, tersusun menurut tingkatan atau bertingkat. Oleh karena Maslow kebutuhan manusia yang tersusun bertingkat yang dirinci dalam lima tingkatan kebutuhan, yakni:
1. Kebutuhan-kebutuhan fisiologis
Adalah sekumpulan kebutuhan dasar yang paling mendesak pemuasannya karena berkaitan langsung dengan pemeliharaan biologis dan kelangsungan hidup. Kebutuhan dasar filosofis itu antara lain kebutuhan akan makanan, air, oksigen, aktif, istirahat, keseimbangan temperatur, seks dan kebutuhan akan stimulasi sensori. Jika kebutuhan fisiologis ini tidak terpenuhi atau belum terpuaskan maka individu tidak akan bergerak untuk bertindak memuaskan kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih tinggi.

2. Kebutuhan akan rasa aman
Apabila kebutuhan fisiologis individu telah terpuaskan, maka dalam diri individu akan muncul satu kebutuhan lain sebagai kebutuhan yang dominan dan menuntut pemuasan yakni kebutuhan akan rasa aman (need for self security). Kebutuhan akan rasa aman ini adalah sesuatu kebutuhan yang mendorong individu untuk memperoleh ketentraman, kepastian, keteraturan dan keadaan lingkungannya. Kebutuhan akan rasa aman ini sangat nyata dan bisa diamati pada bayi dan anak-anak karena ketidakberdayaan mereka.
3. Kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki
Adalah suatu kebutuhan yang mendorong individu untuk mengadakan afektif atau ikatan dengan individu lain baik dengan sesama jenis maupun dengan berlainan jenis, di lingkungan keluarga ataupun di lingkungan kelompok dimasyarakat. Bagi Maslow, cinta dan seks adalah dua hal yang sama sekali berbeda. Maslow menegaskan bahwa cinta yang matang menunjuk kepada hubungan cinta yang sehat diantara dua orang atau lebih, yang didalamnya terdapat sikap saling percaya dan saling menghargai.
4. Kebutuhan akan rasa harga diri
Adalah kebutuhan akan rasa harga diri, oleh Maslow dibagi dalam dua bagian:
a. Penghormatan atau penghargaan dari diri sendiri
b. Mencakup hasrat untuk memperoleh kompetensi, rasa percaya diri, kekuatan pribadi, adekuasi, kemandirian dan kebebasan.
c. Penghargaan dari orang lain
d. Meliputi antara lain prestasi. Dalam hal ini individu butuh penghargaan atas apa-apa yang dilakukannya.
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri
Merupakan kebutuhan manusia yang paling tinggi dalam Teori Maslow. Kebutuhan ini akan muncul apabila kebutuhan-kebutuhan yang ada dibawahnya telah terpuaskan dengan baik. Maslow menandai kebutuhan akan aktualisasi diri sebagai hasrat individu untuk menyempurnakan dirinya melalui pengungkapan segenap potensi yang dimilikinya.
Maslow mencatat bahwa aktualisasi diri tidak hanya berupa penciptaan kreasi atau karya. Karya berdasarkan bakat-bakat atau kemampuan khusus. Untuk mencapai taraf aktualisasi diri atau memenuhi kebutuhan akan aktualisasi diri tidak mudah, sebab upaya ke arah itu banyak sekali hambatan diantaranya:
a. Hambatan yang berasal dari dalam diri individu yakni berupa ketidaktahuan, keraguan dan bahkan juga rasa takut dari individu untu mengungkap potensi-potensi yang dimilikinya, sehingga potensi-potensi itu tetap laten.
b. Hambatan yang berasal dari luar atau dari masyarakat berupa kecenderungan mendepersonalisasi individu juga berupa perepresian sifat-sifat, bakat, atau potensi.
c. Hambatan yag berupa pengaruh negatif yang dihasilkan oleh kebutuhan yang kuat akan rasa aman.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TERAPI ADLER

Analisis Perubahan Tingkah Laku KONSELI SERING MENGHISAP IBU JARI

Reality Therapy William Glasser