Rational-Emotive Therapy

Albert Ellis

1. Latar Belakang Sejarah
ALBERT ELLIS (lahir 1913) lahir di Pittsburgh tetapi melarikan diri ke belantara New York pada usia 4 tahun dan selanjutnya tinggal di sana (kecuali setahun ketika ia tinggal di New Jersey) sejak itu. Pada masa kanak-kanak ia sembilan kali dirawat di rumah sakit, sebagian besar karena gangguan nephtitis, dan kemudian berkembang menjadi renal glycosuria pada usia 19 tahun dan diabetes pada usia 40 tahun. Tetapi dengan ketangguhannya memelihara kesehatannya dan tidak mau meratapi akan keadaan kesehatannya yang buruk itu dia bisa menikmati kehidupan yang penuh energi.
Karena menyadari akan ketrampilannya memberikan konsultasi kepada orang banyak, dan juga merasakan betapa ia menikmatinya maka iapun bertekad untuk menjadi psikolog. Delapan tahun setelah kelulusannya daro College dia masuk matrikulasi program psikologi klinis di Teachers College, Columbia. Dia memulai prakteknya dalam bidang perkawinan, keluarga, dan terapi seks. Karena percaya bahwa psikoanalisis adalah bentuk terapi yang paling dalam mala Elis dianalisis dan disupervisi oleh aliran Karen Horney. Dari tahun 1947 sampai 1953 dia mempraktekkan analisis klasik dan psikoterapi yang berorientasi pada analisis.
Setelah dia sampai pada kesimpulan bahwa psikoanalisis itu secara relatif merupakan bentuk penanganan yang semu dan tidak ilmiah maka diapun bereksperimen dengan beberapa sistem yang lain. Pada awal tahun 1955 dia menggabungkan terapi humanistik, filosofis, dan behavioral menjadi terapi rasional-emotif (TRE). Ellis berhak menyandang gelar ayahnya TRE dan kakeknya terapi kognitif behavioral. Dalam sebuah wawancara dia ditanya sebagai apa kiranya ia ingin dikenang setelah kematiannya nanti.
Dalam bidang psikoterapi, saya ingin dikatakan sebagai tokoh teoritikus dan terapis perintis dari kognitif dan kognitif behavioral, bahwa saya telah berjuang keras agar kognisi diterima dalam psikoterapi, dan bahwa, sebagaian besar sebagai hasil usaha saya, akhirnya diterima juga, biarpun agak terlambat (Dryden, 1989, dalam Corey, 1986)
Sampai ke tingkat tertentu Ellis mengembangkan pendekatannya sebagai suatu metode penanganan masalahnya sendiri selama masa mudanya. Dalam salah satu segi hidupnya, misalnya dia merasa ketakutan yang berlebihan untuk bicara di depan orang banyak. Pada masa adolesen dia sangat pemalu di hadapan anak perempuan. Pada usia 19 tahun dia paksakan dirinya untuk bicara dengan 100 orang gadis di Bronx Botanical Garden dalam jangka waktu sebulan. Biarpun dia tidak pernmah berhasil untuk berkencan dengan seseorang dalam pertemuannya yang singkat itu ia melaporkan bahwa ia telah mengdesensitisasi dirinya sendiri terhadap rasa takutnya ditolak wanita. Dengan mengaplikasikan metode kognitif behavioral dia telah berhasil mengalahkan beberapa dari rintangannya yang paling buruk (Ellis, 1962, 1979c). lagi pula, dia telah belajar betapa dia benar-benar menikkmati berbicara di depan umum dan beberapa aktifitas yang lain yang dulunya pernah ia risaukan.
Orang yang mendengarkan kuliah Ellis sering berkomentar tentang gayanya yang bisa membangkitkan pertengkaran, penuh humor dan flamboyan (Dryden, 1989 dalam Corey, 1986). Dia memang melihat dirinya sendiri sebagai yang paling bisa menimbulkan pertengkaran dari orang lannya dalam loka karyanya, dan ia juga menganggap dirinya sebagai penuh humor dan dalam beberapa hal mengejutkan. Dalam lokakaryanya nampaknya dia menikmati kebiasaannya untuk mengungkapkan kesksentrikannya. Dia menikmati pekerjaannya, sesuatu yang merupakan komitmennya yang paling utama dalam hidupnya.
Ellis adalah orang yang sangat produktif dan penuh gairah dan tak ayal lagi ia merupakan penulis dalam bidang konseling dan psikoterapi yang paling lincah. Di dalam kesibukannya sebagai seorang profesional dia masih menerima klien sampai sejumlah 80 orang seminggu dan mengadakan 5 sesi terapi kelompok setiap minggu, dan berbicara sebanyak 200 kali dalam loka karya bagi masyarakat umum yang ia adakan setiap tahun. Dia telah menerbitkan buku lebih dari 50 judul dan menulis lebih dari 600 artikel, sebagian besar tentang teori TRE dan pengaplikasiannya.
2. Konsep dasar teori konseling Rational Emotive
Teori konseling kognitif lain dalam teori perilaku adalah teori Rational-emotive. Konsep dasar teori ini adalah bahwa pola berpikir manusia itu sangat dipengaruhi oleh emosi, demikian pula sebaliknya. Emosi adalah pikiran yang dialihkan dan diprasangkakan atau sebagai suatu proses sikap dan kognitif yang intrinsik. Sedangkan pikiran-pikiran seseorang dapat menjadi emosi seseorang dan merasakan sesuatu dalam situasi tertentu pikiran seseorang.(Surya, 1988)
3. Hakikat Manusia
Konsep manusia menurut TRE sebagaimana disebuttkan Corey (1995: 463) adalah :
1. orang mengkondisikan dirinya sebagai merasakan adanay suatu gangguan dan bukan dikondisikan oleh sumber yang berasal dari luar darinya.
2. orang ada yang kecenderungan biologis dan budaya untuk berpikir berbelit-belit dan menimbulkan gangguan pada dirisendiri, sesuatu yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
3. manusia itu unik dalah arti bahwa mereka menemukan keyakinnan yang mengganggu dan membbiarkan dirinya terganggu oleh adanya gangguan itu.
4. orang ada yang kapasitas untuk mengubah proses kognitif, emotif, dan behavioral mereka; mereka bisa memilih untuk memberikan reasi mereka secara berbeda dengan pola yang biasanya mereka anut, bisa menolak untuk membiarkan dirinya menjadi amnusia danbisa melatih diri mereka sendiri sehingga pada akhirnya ananti mereka bisa bertahan mengalami gangguan yang minim menyelamatkan sisi hidupnya.
Secara umum ada dua prinsip yang mendominasi manusia, yaitu pikiran dan perasaan. TRE beranggapan bahwa setiap manusia yang normal memiliki pikiran, perasaan dan perilaku yang ketiganya berlangsung secara simultan. Pikiran mempengaruhi perasaan dan perilaku, perasaan mempengaruhi pikiran dan perilaku dan perilaku mempengaruhi pikiran dan perasaan.
Dalam memandang hakekat manusia TRE memiliki sejumlah asumsi tentang kebahagiaan dan ketidak bahagiaan dalam hubungannya dengan dinamika pikiran dan perasaan itu. Asumsi tentang hakekat manusia menurut TRE adalah sebagai berikut,
1. individu adalah Unik, yang memiliki kecenderungan untuk berfikir rasional dan irasional.
2. reaksi “emosional” disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang didasari ataupun tidak didasari oleh individu.
3. Hambatan psikologis atau emosional adalah akibat dari cara berfikir yang tidak logis dan irasional.
4. berfikir irasional diawali dengan belajar secara tidak logis yang diperoleh dari orang tua dan kultur tempat dibesarkan.
5. Berfikir secara irasional akan tercermin dari verbalisasi yang digunakan. Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan cara berfikir yang salah dan verbalisasi yang tepat menunjukkan cara berfikir yang tepat pula. Dalam kaitannya dengan hal ini tujuan konseling adalah (1) menunjukkan pada klien bahwa verbalisasi diri telah menjadi sumber hambatan emosional (2) membenarkan bahwa verbalisasi diri adalah tidak logis dan irasional (3) membenarkan atau meluruskan cara berfikir dengan verbalisasi diri yang lebih logis dan efisien.
6. Perasaan dan berfikir negative dan penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis yang dapat diterima menurut akal yang sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.
4. Teori Kepribadian
Pandangan tentang Sifat Manusia
TRE adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualkan diri. Akan tetapi, manusia juga memiliki kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan secara tak berkesudahan, takhyul, intoleransi, perfeksionisme dan mencela diri, serta menghindari pertumbuhan dan dan aktualisasi diri. Manusia pun berkecenderungan untuk terpaku pada pola-pola tingkah laku lama yang disfungsional dan mencari berbagai cara untuk terlibat dalam sabotase diri.
Manusia tidak ditakdirkan untuk menjadi korban pengkondisian awal. TRE menegaskan bahwa manusia memiliki sumber-sumber yang tidak terhingga bagi aktualisasi potensi-potensi dirinya dan bisa mengubah ketentuan-ketentuan pribadi dan masyarakatnya. Bagaimanapun, menurut TRE, manusia dilahirkan dengan kecenderungan untuk mendesakkan pemenuhan keinginan-keinginan, tuntutan-tuntutan, hasrat-hasrat, dan kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Jika tidak segera mencapai apa yang diinginkannya, manusia mempersalahkan dirinya sendiri ataupun orang lain (Ellis, 1973a, hlm. 175-176)
TRE menekankan bahwa manusia berpikir, beremosi, dan bertindak secar stimultan. Jarang manusia beremosi tanpa berpikir, sebab perasaan-perasaan biasanya oleh persepsi atas suatu situasi yang spesifik. Sebagaimana dinyatakan oleh Ellis (1973, hlm.313), “ketika mereka beremosi, mereka juga berpikir dan bertindak. Ketika mereka bertindak, mereka juga berpikir dan beremosi. Ketika mereka berpikir, mereka juga beremosi dan bertindak. Dalam rangka memahami tingkah laku menolak diri, orang harus memahami bagaimana seseorang beremosi, berpikir, mempersepsi, dan bertindak.
Tentang sifat manusia, Ellis (1967, hlm.79-80) menyatakan bahwa baik pendekatan psikoanalitik Freudian maupun pendekatan eksistensial telah keliru dan bahwa metodologi-metodologi yang dibangun di atas kedua system psikoterapi tersebut tidak efektif dan tidak memadai. Ellis menandaskan bahwa pandangan Freudian tentang manusia itu keliru karena pandangan eksistensial humanistic tentang manusia, sebagian benar. Menurut Ellis, manusia bukanlah makhluk yang sepenuhnya ditentukan secara biologis dan didorong oleh naluri-naluri. Ia melihat individu sebagai makhluk unik dan memiliki kekuatan untuk memahami keterbatasan-keterbatasan, untuk mengubah pandangan-pandangan dan nilai-nilai dasar yang telah diintroyeksikan secara tidak kritis pada masa kanak-kanak, dan untuk mengatasi kecenderungan-kecenderungan menolak diri sendiri.
TRE dan teori kepribadian
Pandangan teoritis tentang cirri-ciri tertentu kepribadian dan tingkah laku berikut gangguannya memisahkan terapi rasional-emotif dan teori yang melandasi sebagian besar pendekatan terapi yang lainnya. Rangkuman pandangan TRE tentang manusia adalah sebagai berikut.
Neurosis, yang didefinisikan sebagai “berpikir dan bertingkah laku irasional”, adalah suatu keadaan alami yang pada taraf tertentu menimpa kita semua. Keadaan ini berakar dalam pada kenyataan bahwa kita adalah manusia dan hidup dengan manusia-manusia lain di dalam masyarakat.
Emosi adalah produk pemikiran manusia. Jika kita berpikir buruk tentang sesuatu, maka kita pun dakan merasakan sesuatu itu sebagai hal yang buruk. TRE menekankan bahwa menyalahkan adalah inti sebagian besar gangguan emosional. Oleh karena itu, jika kita ingin menyembuhkan orang yang neurotic atau psikotik, kita harus menghentikan penyalahan diri dan penyalahan terhadap orang lain yang ada pada orang tersebut. Orang perlu belajar untuk menerima dirinya sendiri dengan segala kekurangannya. Kecemasan bersumber pada pengulangan internal dari putusan “Aku tidak menyukai tingkah laku sendiri dan aku ingin mengubahnya” dan kalimat menyalahkan diri “karena tingkah laku yang keliru dan kesalahan-kesalahanku, aku menjadi orang yang tidak berharga, aku malu dan aku patut menderita”. Menurut TRE, kecemasan semacam ini tidak berguna, orang bisa dibantu untuk menyadari bahwa putusan-putusan irasional yang dipertahankannya itu keliru dan untuk melihat penyalahan diri yang telah menjebaknya.
Teori A-B-C tentang kepribadian
Teori A-B-C tentang kepribadian sangatlah penting bagi teori dan praktek TRE. A adalah keberadaan suatu fakta , suatu peristiwa, tingkah laku atau sikap seseorang. C adalah konsekuensi atau reaksi emosional seseorang; reaksi ini bisa layak dan tidak layak. A (peristiwa yang mengaktifkan) bukan penyebab timbulnya C (konsekuensi emosional). Alih-alih, B, yaitu keyakinan individu tentang A, yang menjadi penyebab C, yakni reaksi emosional.
Bagaimana gangguan emosional dipertahankan? Gangguan emosional itu dipertahankan oleh putusan-putusan yang tidak logis yang terus menerus diulang oleh individu seperti “aku benar-benar bersalah karena bercerai”. Reaksi-reaksi emosional yang terganggu seperti depresi dan kecemasan diarahkan dan dipertahankan oleh system keyakinan yang meniadakan diri, yang berlandaskan gagasan-gagasan yang irasional yang telah dimasukkan oleh individu kedalam dirinya.
TRE berasumsi bahwa keyakinan-keyakina dan nilai-nilai irasional orang-orang berhubungan secara kausal dengan gangguan-gangguan emosional dan behavioral-nya, maka cara yang paling efisien untuk membantu orang-orang itu dalam membuat perubahan-perubahan kepribadiannya adalah mengkonfrontasikan mereka secara langsung dengan filsafat hidup mereka sendiri, menerangkan kepada meraka bagaimana gagasan-gagasan irasional meraka diatas dasar-dasar logika, dan mengajari mereka bagaimana berpikir secara logis dan kerenanya mendorong mereka untuk mampu mengubah atau menghapus keyakinan-keyakinan irasionalnya.
Manusia pada dasarnya adalah unik, yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan jujur maupun irasional dan jahat. Ketika berpikir dan bertingkah laku rasional, manusia akan menjadi pribadi yang efektif, bahagia dan kompeten. Tetapi sebaliknya ketika manusia berpikir dan bertingkah laku irasional, individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis / emosional adalah akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional. Emosi menyertai individu yang berpikir dengan penuh prasangka, sangkal personal dan irasional.
Berpikir individual diawali dengan belajar secara tidak logis yang diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari verbalisasi yang digunakan. Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan verbalisasi yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis. Ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu :
1. Antecedent Event (A)
2. Belief (B) dan
3. Emotional Consequence (C)
Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep / teori ABC.
Antecedent Event (A)
Yaitu segenap peristiwa luas yang dialami / memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku / sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecedent event bagi seorang.
Belief (B)
Yaitu keyakinan, pandangan, nilai / verbalisasi diri iindividu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada 2 macam, yaitu keyakinan yang rasional (Rational Belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (Irrational Belief atau iB).
Emotional Consequence (C)
Konsekuensi emosional sebagai akibat / reaksi individu dalam bentuk perasaan senang / hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecedent event (A). konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variabel antara dalm bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun iB.

5. Tujuan Terapis
Dalam kontek teori kepribadian, tujuan konseling merupakan efek (E) yang diharapkan terjadi setelah dilakukan intervensi oleh konselor (desputing/D). oleh karena itu teori TRE tentang kepribadian dalam formula A-B-C dilengkapi pleh Ellis sebagai teori konseling menjadi A-B-C-D-E(antecedent event, belief, emotional consequence, desputing, dan effect). Efek yang dimaksud adalah keadaan psikologis yang diharapkan terjadi pada klien setelah mengikuti proses konseling.
Berangkat dari pandanganya tentang hakekkat manusia, tujuan konseling menurut Ellis pada dasarnya membentuk pribadi yang rasional, dengan jalan mengganti cara-cara berfikir yang irasional. Dalam pandangan Ellis, cara berfikir yang irasional itulah yang menjadi individu mengalami gangguan emosional dank arena itu cara-cara berfikirnya atau iB harus diubah menjadi yang lebih tepat yaitu cara berpikir yang rasional (rB).
Ellis mengungkapkan secara tegas pengertian tersebut mencakup memnimalkan pandangan yang mengalahkan diri (self-defeating) dan mencapai kehidupan yang lebih realistic, falsafah hidup yang toleran, termasuk didalamnya dapat mencapai keadaan yang dapat mengarahkan diri, menghargai diri, fleksibel, berfikir secara ilmiah, dan menerima diri.
Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan sel-actualizationnya seoptimal mungkin melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang positif.
Tiga tingkatan insight yang perlu dicapai klien dalam konseling dengan pendekatan rasional-emotif :
1. Insight dicapai ketika klien memahami tentang tingkah laku penolakan diri yang dihubungkan dengan penyebab sebelumnya yang sebagian besar sesuai dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang diterima (antecedent event) pada saat yang lalu .
2. Insight terjadi ketika konselor membantu klien untuk memahami bahwa apa yang mengganggu klien pada saat ini adalah karena berkeyakinan yang irasional terus dipelajari dari yang diperoleh sebelumnya.
3. Insight dicapai pada saat konselor membantu klien untuk mencapai pemahaman ketiga yaitu tidak jauh ada jalan lain untuk keluar dari hambatan emosional kecuali dengan mendeteksi dan melawan keyakinan yang irasional.
Klien yang telah memiliki keyakinan rasional terjadi peningkatan dalam hal :
1. Minat kepada diri sendiri
2. Minat sosial
3. Pengarahan diri
4. Toleransi terhadap pihak lain
5. Fleksibel
6. Menerima ketidakpastian
7. Komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya
8. Penerimaan diri
9. Berani mengambil resiko
10. Menerima kenyataan
Tujuan utama psikoterpis yang lebih baik adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi-verbalisasi diri mereka telah dan masih merupakan sumber utama dari gangguan-gangguan emosiobnal yang dialami oleh mereka.
TRE mendorong suatu reevaluasi filosofis dan ideologis berlandaskan asumsi bahwa masalah-masalah manusia berakar secara filosofis. Jadi, TRE tidak diarahkan semata-mata pada penghapusan gejala (Ellis, 1967, hlm. 85; 1973a, hlm.172) tetapi untuk mendorong klien agar menguji secara kritis nilai-nilai dirinya yang paling dasar. Jika masalah yang dihadirkan oleh klien adalah ketakutan tas kegagalan perkawinan, sasaran yang dituju oleh terapis bukan hanya pengurangan ketakutan yang spesifik itu, melainkan penangananatas rasa takut gagal pada umumnya. TRE bergerak ke seberang penghapusan gejala, dalam arti tujuan utama proses terapeutiknya adalah membantu klien untuk membebaskan dirinya sendiri dari gejala-gejala yang dilaporkan dan yang tidak dilaporkan kepada terapis.
Ringkasnya, proses terapeutik terdiri atas penyembuhan irasionalitas dengan rasionalitas. Karena individu pada dasarnya adalah makhluk rasional dan karena sumber ketidakbahagiaannya adalah irasionalitas, maka individu bisa mencapai kebahagiaan dengan belajar berpikir rasional. Proses terapi, karenanya, sebagian besar adalah proses belajar mengajar.

6. Peran dan Fungsi Konselor
Aktivitas-aktivitas terapeutik utama TRE dilaksanakan dengan satu maksud utama, yaitu : membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan yang logis debagai penggantinya. Sasarannya adalah menjadikan klien menginternalisasi suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia menginternalisasi keyakinan-keyakinan dagmatis yang irasional dan tahyul yang berasal dari orangtuanya maupun dari kebudayaannya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, terapis memiliki tugas-tugas yang spesifik. Langkah pertama adalah menunjukkan kepada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinan-keyakinan irasionalnya, menunjukkan bagaimana klien mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikapnya, dan menunjukkan secara kognitif bahwa klien telah memasukkan banyak "keharusan", "sebaiknya", dan semestinya". Klien harus belajar memisahkan keyakinan-keyakinannya yang rasional dari keyakinan-keyakinan irasionalnya. Agar klien mencapai kesadaran, terapis berfungsi sebagai kontrapropogandis yang menantang propaganda yang mengalahkan diri yang oleh klien pada mulanya diterima tanpa ragu sebagai kebenaran. Terapis mendorong, membujuk dan suatu saat bahkan memerintah klien agar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang akan bertindak sebagai agen-agen kontra propaganda.
Langkah kedua adalah membawa klien ke seberang tahap kesadaran dengan menunjukkan bahwa dia sekarang mempertahankan gangguan-gangguan emosional untuk tetap aktif dengan terus menerus berpikir secara tidak logis dan dengan mengulang-ulang kalimat-kalimat yang mengalahkan diri dan yang mengekalkan pengaruh masa kanak-kanak. Dengan perkataan lain, karena klien tetap mendoktrinasi diri, maka dia bertangung jawab atas masalah-masalahnya sendiri. Terapis tidak cukup hanya menunjukkan kepada kliennya bahwa klien memiliki proses-pross yang tidak logis, sebab klien cenderung mengatakan ”Sekarang saya mengerti bahwa saya memiliki ketakutan akan kegagalan dan bahwa ketakutan ini berlebihan dan tidak realistis. Sekalipun demikian, saya tetap merasa takut gagal!”
Terapis yang bekerja dalam kerangka TRE fungsinya berbeda dengan kebanyakan terapis yang lebih konvensional. Karena TRE pada dasarnya adalah suatu proses terapeutik kognitif dan behavioral yang aktif-direktif, TRE sering meminimalkan hubungan yang intens antara terapis dan klien. TRE adalah suatu proses edukatif, dan tugas utama terapis adalah mengajari klien cara-cara memahami dan mengubah diri. Terapis terutama menggunakan metodologi yang gencar, sangat direktif, dan persuasif yang menekankan aspek-aspek kognitif. Ellis (1973a, hlm.185) memberikan suatu gambaran tentang apa yang dilakukan oleh pempraktek TRE :
1. Mengajak klien untuk berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah memotivasi banyak gangguan tingkah laku;
2. Menentang klien untuk menguji gagasan-gagasannya;
3. Menunjukkan kepada klien etidaklogisan pemikirannya;
4. Menggunakan suatu analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien;
5. Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan itu tida ada gunanya dan bagaimana keyakinan-keyakinan akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan;
6. Menggunakan absurditas dan humor ntuk menghadapi irasionalitas pikiran klien.
7. Menerangkan bagaimana gagasan-gagasan yang irasional bisa diganti dengan gagasan-gagasan yang rasional yang memiliki landasan empiris; dan
8. Mengajari klien bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pada cara berpikir sehingga klien bisa mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan yang irasional dan kesimpulan-kesimpulan yang tidak logis sekarang maupun pada masa yang akan datang, yang telah mengekalkan cara-cara merasa dan berperilaku yang merusak diri.
Konselor TRE diharapkan dapat memberikan penghargaan positif tanpa syarat kepada klien atau yang disebutnya dengan inconditional self-accaptense (USA) yaitu penerimaan diri tanpa syarat, karena filosofi TRE berpegang bahwa tidak ada manusia yang terkutuk untuk banyak hal. Sehubungan dengan hal tersebut Ellis menegaskan sikap konselor sebagai berikut. Penggunaan USA dalam konseling menurut Ellis akan membantu klien untuk menerima dirinya secara penuh, dan akhirnya akan meningkatkan hight frustation tolerance (HFT). Orang yang selalu melakukan penilian terhadap dirinya akan menimbulkan masalah besar bagi dirinya sendiri.
Menurut TRE peran konselor adalah sebagai berikut.
1. konselor lebih edukatif-direktif kepada klien yaitu dengan banyak memberikan cerita dan penjelasan, khususnya pada tahap awal.
2. mengkonfrontasikan masalah klien secara langsung.
3. menggunakan pendekatan yang dapat memberi semangat dan memperbaiki cara berfikir klien, kemudian memperbaiki mereka untuk dapat mendidik dirinya sendiri.
4. dengan gigih dan berulang-ulang dalam menekankan bahwa ide irasional itulah yang menyebabkan hambatan emosional pada klien.
5. menyerukan klien menggunakan kemampuan rasional (rational power) dari pada emosinya.
6. menggunakan pendekatan didaktik dan filosofis.
7. menggunakan humor dan menggojlok sebagai jalan mengkonfrontasikan berfikir secara irasional.

7. Hubungan Klien dan Terapis
Pola hubungan pada konseling ini berbeda denagn sebagian besar bentuk terapi yang lain. ide dasar pengembangan hubungan adalah menolong klien dalam hal menghindari sifat mengutuk diri sendiri. Disini terapis harus menunjukkan sifat penerimaan mereka secara penuh, tidak ada hubungan yang membertikan arti utama paad kehangatan pribadi dan pengertian empatik, dengan asumsi empatik bisa menjadi kontra produktif karena bisa memupuk rasa ketergantungan. Tetpi terapis menekankan hubungan saling mengerti dan membangun kerjasama dan terapis biasanya sanagt terbuka dan langsung dalam mengungkapkan keyakinan dan nilai mereka sendiri (Corey, 1995: 475-476).
8. Metode Konseling Rational-Emotive
Metode konseling rational-emotive adalah lebih menekankan pada peran konselor untuk membantu klien keluar dari kesulitan atau permasalahan yang dihadapinya, klien yang mempunyai permasalahan menunjukan bahwa kesulitannya disebabkan oleh persepsi yang terganggu dan pikiran-pikiran yang tidak logis dan berusaha memperbaikinya adalah harus kembali kepada sebab-sebab permulaan. Oleh karena itu konselor akan mengajarkan kliennya untuk mengubah pikiran, perasaan dan perilaku yang tidak logis.

1. Teknik Konseling Rational-Emotive
a. Teknik Emotive
Menurut Corey (1995) ada beberapa teknik emotif, yaitu: (1) asertive training; digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien untuk secara terus menerus menyesuaikan dirinya dengan pola perilaku sesuai dengan yang diinginkannya, (2) sosiodrama; digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan klien (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dramatisasikan sehingga klien dapat secara bebas mengungkapan dirinya sendiri baik secara lisan, tulisan ataupun melalui gerakan-gerakan dramatis, (3) self modeling, digunakan dengan meminta klien untuk berjanji atau mengadakan komitmen dengan konselor untuk menghilangkan perasaan atau perilaku tertentu. (4) irnitasi, digunakan dimana klien diminta untuk menirukan secara terus menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud menghadapi perilakunya sendiri yang negatif.
b. Teknik Behavioristik
Ada dua teknik behavioristik yaitu; (1). Reinforment, digunakan untuk mendorong klien kearah perilaku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal ataupun punishment, (2) Social modeling, digunakan untuk menggambarkan perilaku –perilaku tertentu, khususnya situasi-situasi interpersonal yang kompleks dalam bentuk percakapan sosial, interaksi dengan memecahkan masalah-masalah.
3. Teknik Kognitif
Teknik kognitif yang cukup dikenal adalah Home Work Assigment atau teknik tugas rumah, digunakan agar klien dapat membiasakan diri serta menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntun pola perilaku yang diharapkan.(Corey, 1995)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TERAPI ADLER

Analisis Perubahan Tingkah Laku KONSELI SERING MENGHISAP IBU JARI

Reality Therapy William Glasser